PT Aneka Tambang Tbk (Antam) bergerak untuk memenuhi kebutuhan emas dalam negeri dengan mengimpor sekitar 30 ton emas dari Singapura dan Australia. Permintaan emas di pasar domestik yang terus meningkat mendorong Antam untuk mengambil langkah ini.
“Mungkin sekitar 30-an ton,”
kata Direktur Utama Antam Achmad Ardianto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, yang membidangi BUMN, di Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Achmad menanggapi pertanyaan anggota DPR terkait jumlah impor emas dari Singapura dengan penjelasan bahwa tambang Antam di Pongkor, Jawa Barat, hanya memproduksi emas sebanyak 1 ton per tahun. Ini tentunya tidak cukup untuk memenuhi target penjualan mereka yang mencapai 45 ton tahun ini.
Antam mengusahakan berbagai cara untuk mencapai target itu, antara lain dengan membeli emas kembali dari masyarakat, yang dikenal dengan istilah buyback. “Itu buyback menjadi sumber bagi kami untuk dicetak dengan versi yang baru, tetapi hanya dapat 2,5 ton dalam setahun. Kita masih kekurangan emas,”
jelas Ardianto.
Di samping itu, Antam secara aktif menawarkan pembelian emas ke perusahaan lain yang memurnikan emas di fasilitas mereka, meskipun transaksi sering terkendala masalah pajak dan regulasi. “Jadi, tidak ada kewajiban bagi perusahaan tambang yang menambang di Indonesia untuk menjual ke Antam dan B2B (business to business)-nya tidak selalu menguntungkan, maka Antam masuk ke opsi ketiga (impor emas),”
katanya.
Lebih lanjut, Ardianto menekankan bahwa setiap emas yang diimpor berasal dari perusahaan yang tergabung dalam London Bullion Market (LBMA), memastikan kualitas dan harga pasar yang wajar. “Kenapa Antam impor? Karena terpaksa, karena kebutuhan masyarakat besar, sementara sumbernya tidak ada,”
ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Antam tidak berperan sebagai eksportir emas ke luar negeri; peran tersebut diambil oleh perusahaan tambang lainnya di Indonesia. “Antam tidak pernah mengekspor emas. Yang mengekspor emas itu adalah perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia,”
katanya.
—






